
Puasa Kafarat, Salah Satu Amalan Penghapus Dosa dalam Islam
Agama | 2025-03-09 12:36:42
Dalam konteks syariat, kafarat bertujuan untuk menghapus dosa yang dilakukan oleh seorang Muslim, dengan mengganti atau menebusnya melalui amal tertentu, seperti puasa, sedekah, atau pembebasan budak.
Kafarat merupakan salah satu bentuk ibadah khusus yang ditetapkan Allah SWT sebagai cara memperbaiki kesalahan dan mendekatkan diri kepada-Nya setelah melakukan pelanggaran. Sebagai penegasan dari Allah bahwa pentingnya tanggung jawab dalam Islam dan memberikan kesempatan bagi pelanggar untuk menebus kesalahannya melalui ibadah.
Salah satu kitab yang membahas tentang kafarat adalah Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq. Dalam kitab tersebut, kafarat dijelaskan sebagai bentuk hukuman atau kompensasi bagi seseorang yang melanggar aturan tertentu, seperti:
1. Kafarat Melanggar Sumpah (Yamin)
Dalam Al-quran Surat Al-Maidah ayat 89 dijelaskan mengenai hukum kafarat (penebusan) yang diwajibkan kepada seseorang yang melanggar sumpah atau nadzar. Allah SWT berfirman:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّـهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـٰكِنْ يُؤَاخِذُكُم بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ وَاللَّـهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Lā yu'ākhidhukumullāhu billaghwi fī ayamānikum walākin yu'ākhidhukum bimā kasabat qulūbukum; wallāhu ghafūrur raḥīm.
"Allah tidak mengazab kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja, tetapi Dia mengazab kamu disebabkan apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Maidah: 89)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa apabila seseorang melanggar sumpahnya, maka ia diwajibkan untuk melakukan kafarat, yang berupa memberi makan kepada 10 orang miskin atau puasa selama tiga hari, sebagaimana dijelaskan dalam Hadis Riwayat Muslim No. 1646 sebagai berikut:
"Barang siapa yang melanggar sumpahnya, maka kafaratnya adalah memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi mereka pakaian, atau jika tidak mampu, maka berpuasa selama tiga hari." (HR. Muslim, No. 1646).
Dengan demikian, apabila seseorang melanggar sumpah, dia memiliki pilihan untuk melakukan salah satu dari tiga bentuk kafarat berikut:
- Memberi makan kepada sepuluh orang miskin.
- Memberi pakaian kepada mereka jika memberi makan tidak memungkinkan.
- Jika tidak mampu melakukan kedua hal tersebut, maka dia harus berpuasa selama tiga hari berturut-turut.
2. Kafarat Melanggar Zihar
Dalam Al-quran Surat Al-Mujadilah ayat 3-4 dijelaskan mengenai hukum kafarat (penebusan) yang diwajibkan kepada seseorang yang melakukan zihar, yaitu ketika seorang suami berkata kepada istrinya, "Kamu seperti ibuku," atau mengatakan sesuatu yang menyerupai itu yang menandakan larangan hubungan suami-istri dengan istrinya. Zihar adalah suatu perbuatan yang terjadi pada zaman Jahiliyah yang menganggap bahwa perempuan yang di-zihar sama halnya dengan ibu kandungnya, sehingga tidak boleh lagi melakukan hubungan suami-istri dengan mereka. Namun, setelah datangnya Islam, zihar dipandang sebagai perbuatan yang tidak sah dan harus ditebus dengan melakukan kafarat. Allah SWT berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُظَـٰهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَآئِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَـٰتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَـٰتُهُمْ إِلَّا ٱلَّـٰٓـِٔى وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنكَرًۭا مِّنَ ٱلْقَوْلِ وَزُورًۭا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌۭ
وَٱلَّذِينَ يُظَـٰهِرُونَ مِن نِّسَآئِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا۟ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مِّن قَبْلِ أَن يَتَمَآسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِۦ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌۭ
Inna alladhīna yuẓāhirūna minkum min nisā’ihim mā hunna ummahātihim in ummahātuhum illā allā’ī waladnahum wa innahum layaqūlūna munkaran minal-qawli wazūran wa inna allāha la‘afuwwun ghafūr, Wa alladhīna yuẓāhirūna min nisā’ihim thumma ya‘ūdūna limā qālū fataḥrīru raqabatin min qabli an yatamāssā dhālikum tū‘aẓūna bihī wallāhu bimā ta‘malūna khabīr.
“Sesungguhnya orang-orang yang menzihār istrinya di antara kamu (menganggap istri mereka seperti ibu mereka), padahal istri mereka itu bukanlah ibu mereka. Ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun. Dan orang-orang yang menzihār istrinya kemudian menarik kembali ucapannya, maka (wajib) memerdekakan seorang hamba sebelum keduanya boleh bersentuhan. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 3-4)
Dari Salamah bin Shakhr Al-Bayadhi, ia berkata:
"Aku dahulu termasuk orang yang memiliki syahwat yang tinggi terhadap wanita. Suatu ketika, pada bulan Ramadan, aku menzihar istriku. Kemudian aku mendatangi Rasulullah dan berkata, 'Wahai Rasulullah, aku telah binasa!' Rasulullah bertanya, 'Apa yang terjadi padamu?' Aku menjawab, 'Aku telah menzihar istriku, lalu aku menggaulinya sebelum aku menunaikan kafaratku.'Beliau bersabda, 'Apakah engkau mampu membebaskan seorang budak?' Aku menjawab, 'Tidak.'Beliau bertanya lagi, 'Apakah engkau mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?' Aku menjawab, 'Tidak.'Beliau bertanya lagi, 'Apakah engkau mampu memberi makan 60 orang miskin?' Aku menjawab, 'Tidak.'Kemudian Rasulullah bersabda, 'Duduklah!' Lalu beliau diberi satu keranjang kurma, dan beliau berkata kepadaku, 'Ambillah dan bersedekahlah dengan ini!' Aku bertanya, 'Apakah aku harus memberikannya kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada antara dua tanah hitam (Madinah) ini keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku!' Maka Rasulullah tersenyum hingga gigi gerahamnya terlihat, lalu beliau bersabda, 'Berikanlah kepada keluargamu.'' (HR. Abu Dawud No. 2213, Tirmidzi No. 1197, dan Ibnu Majah No. 2062. Hadis ini dinilai shahih oleh Al-Albani).
Hadis diatas menegaskan kembali apabila seseorang melakukan kafarat zihar, dia memiliki pilihan untuk melakukan salah satu dari tiga bentuk kafarat berikut:
- Membebaskan seorang budak.
- Jika tidak mampu, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
- Jika tidak mampu juga, maka memberi makan 60 orang miskin.
- Jika seseorang benar-benar dalam kondisi miskin dan tidak mampu melakukan salah satu dari tiga kafarat tersebut, maka Rasulullah memberikan keringanan untuk menggunakan bantuan yang ada (seperti sedekah yang diterimanya) untuk keluarganya sendiri.
3. Kafarat Melanggar Puasa Ramadan
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa:
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata,
"Wahai Rasulullah, aku telah binasa!"
Rasulullah bertanya, "Apa yang telah terjadi?"
Ia menjawab, "Aku telah menggauli istriku di siang hari bulan Ramadan."
Maka Rasulullah menetapkan kafarat (denda) sebagai berikut:
- Memerdekakan seorang budak.
- Jika tidak mampu, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
- Jika tidak mampu juga, maka memberi makan 60 orang miskin.
(HR. Bukhari No. 1936 dan Muslim No. 1111)
Hadis ini menjadi dalil utama tentang kafarat bagi orang yang sengaja membatalkan puasa karena berhubungan suami-istri. Islam memberikan tahapan kafarat yang adil, dari yang paling berat hingga yang lebih ringan sesuai kemampuan. Jika seseorang membatalkan puasa tanpa hubungan suami-istri, kafarat ini tidak berlaku, tetapi tetap wajib mengqadha puasanya.
4. Kafarat Pembunuhan Tidak Sengaja (Kafarat al-qatl al-khata’)
Pembunuhan dalam Islam dikategorikan menjadi tiga jenis: pembunuhan sengaja (al-qatl al-‘amd), pembunuhan semi-sengaja (shibh al-‘amd), dan pembunuhan tidak sengaja (al-qatl al-khata’).Untuk pembunuhan tidak sengaja, seseorang tetap bertanggung jawab atas nyawa yang dihilangkan, meskipun tidak ada unsur kesengajaan. Oleh karena itu, Allah mewajibkan kafarat sebagai bentuk penebusan dosa dan pembersihan jiwa. Dalam Al-quran Surat An-Nisa ayat 92 Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَـٔـًا ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًۭٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ وَدِيَةٌۭ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُوا۟ ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّۢ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ ۖ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَـٰقٌۭ فَدِيَةٌۭ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةًۭ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا
Wa mā kāna limu’minin an yaqtula mu’minan illā khaṭaā. Wa man qatala mu’minan khaṭaan fataḥrīru raqabatin mu’minah, wa diyatun musallamatun ilā ahlihī illā an yaṣṣaddaqū. Fa in kāna min qawmin ‘aduwwin lakum wa huwa mu’minun fataḥrīru raqabatin mu’minah. Wa in kāna min qawmin bainakum wa bainahum mīthāqun fa diyatun musallamatun ilā ahlihi wa taḥrīru raqabatin mu’minah. Faman lam yajid fa ṣiyāmu syahraini mutatābi’aini taubatan minallāh. Wa kānallāhu ‘alīman ḥakīma.
"Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, hendaklah ia memerdekakan seorang budak yang beriman serta membayar diyat (denda) kepada keluarganya, kecuali jika mereka bersedekah (tidak menuntut diyat). Jika ia (korban) dari kaum yang memusuhimu dan ia seorang mukmin, maka (cukup) memerdekakan seorang budak yang beriman. Jika ia (korban) dari kaum yang ada perjanjian (damai) antara kamu dengan mereka, maka (wajib baginya) membayar diyat kepada keluarganya serta memerdekakan seorang budak yang beriman. Tetapi barang siapa tidak memperolehnya, maka (wajib baginya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai bentuk tobat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa: 92)
Pembunuhan tidak sengaja tetap memiliki konsekuensi hukum dalam Islam, meskipun tidak ada niat untuk membunuh. Kafaratnya adalah memerdekakan budak (yang saat ini sudah tidak berlaku), dan jika tidak mampu, maka harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Kafarat ini bertujuan sebagai bentuk pertobatan dan penghapus dosa bagi pelaku.
Keutamaan Puasa Kafarat
1. Sebagai Penebus Dosa
Puasa kafarat adalah bentuk pertobatan yang diterima Allah SWT. Dengan menjalankannya, seseorang menunjukkan kesungguhan untuk memperbaiki kesalahan dan memohon ampunan-Nya.
2. Melatih Kesabaran dan Keimanan
Puasa dua bulan berturut-turut, seperti dalam kafarat zihar atau pelanggaran puasa Ramadan, membutuhkan kedisiplinan, kesabaran, dan ketulusan yang besar. Hal ini memperkuat keimanan seseorang.
3. Membersihkan Hati dan Jiwa
Melalui kafarat, seseorang belajar merendahkan diri di hadapan Allah dan menyadari kesalahan yang telah dilakukan. Proses ini memberikan ketenangan batin dan mendekatkan diri kepada Allah.
4. Menjaga Hak Orang Lain
Dalam kasus pembunuhan tidak sengaja, kafarat menjadi bentuk tanggung jawab atas pelanggaran hak hidup orang lain. Ini mengajarkan pentingnya menjaga hubungan antar-manusia.
Syarat dan Ketentuan Puasa Kafarat
Agar puasa kafarat sah, seseorang harus memenuhi beberapa syarat berikut:
1. Niat yang Ikhlas
Puasa kafarat dilakukan murni untuk memenuhi perintah Allah, bukan karena paksaan atau alasan duniawi.
2. Dilakukan Berturut-Turut
Dalam beberapa kasus (seperti zihar atau pembatalan puasa Ramadan), puasa kafarat harus dilakukan tanpa putus selama dua bulan berturut-turut.
3. Keseriusan dalam Bertobat
Seseorang harus bersungguh-sungguh dalam memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Berikut adalah niat puasa kafarat yang sesuai dengan jenis pelanggaran yang ingin ditebus. Meskipun tidak ada lafaz niat yang baku dari Rasulullah SAW, niat dilakukan di dalam hati dan bertujuan untuk menjalankan perintah Allah SWT. Namun, lafaz berikut dapat dijadikan panduan dalam melafalkan niat secara lisan:
1. Niat Puasa Kafarat untuk Pelanggaran Sumpah (Yamin)
“Nawaitu shauma kaffarati yamiini lillaahi ta’ala.”
“Aku berniat puasa kafarat untuk menebus dosa pelanggaran sumpah karena Allah Ta’ala.”
2. Niat Puasa Kafarat untuk Pelanggaran Zihar
“Nawaitu shauma kaffarati azh-zhihaari lillaahi ta’ala.”
“Aku berniat puasa kafarat untuk menebus dosa zihar karena Allah Ta’ala.”
3. Niat Puasa Kafarat untuk Pembatalan Puasa di Bulan Ramadan
“Nawaitu shauma kaffarati ifthari fii shahri Ramadan lillaahi ta’ala.”
“Aku berniat puasa kafarat untuk menebus dosa membatalkan puasa di bulan Ramadan karena Allah Ta’ala.”
4. Niat Puasa Kafarat untuk Pembunuhan Tidak Sengaja
“Nawaitu shauma kaffarati qatli khatha' lillaahi ta’ala.”
“Aku berniat puasa kafarat untuk menebus dosa pembunuhan tidak sengaja karena Allah Ta’ala.”
Niat adalah inti dari setiap ibadah. Puasa kafarat dimulai dengan niat di malam hari sebelum terbit fajar, sesuai hadis Rasulullah SAW:
"Barang siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka tidak sah puasanya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Namun, apabila Anda lupa melafalkannya tetapi sudah berniat di dalam hati, puasanya tetap sah, karena niat adalah amalan hati.
Puasa kafarat merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk memperbaiki diri dan menebus dosa melalui ibadah yang mendekatkan hati kepada-Nya. Dengan melaksanakan puasa kafarat, seorang Muslim tidak hanya menghapus dosa tetapi juga meningkatkan ketakwaannya dan memperkuat hubungan spiritual dengan Allah SWT.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.